Saat Ronde ke-12

Teng !!!
Denting bel menandakan akhir ronde ke-12 dari pertarungan tinju kelas berat berbunyi.
Sang petinju dengan luka-luka di pelupuk mata kirinya berjalan gontai menuju sudut
ringnya. Peluh keringat membanjir laksana air hujan membasahi seluruh tubuhnya.
Kepalanya pening karna beberapa pukulan telak menghantamnya. Sebuah pukulan lawan
meninggalkan bekas lebam di dagu kanannya, sementara perutnya terasa mual oleh
serangan-serangan lawan yang tak henti-hentinga.

Dengan gontai dia berjalan..

Sebuah bangku kecil, telah siap menantinya disudut biru, sang pelatih dengan kening
berkerut bersiap menyambutnya.

“Aku tidak perlu pertanyaan dan nasehatmu…” ujar sang petinju dalam hati lirih.
“Berikan aku air dan izinkan aku tenang dalam pertandingan ini saja..” lanjutnya lagi.

“GIMANA SIH LU ? Tolong donk.. jika dia menunduk ke kanan… maka… “, teriak sang
pelatih mengiang di telinganya yang masih berdenging kala pertandingan berlangsung.

“Ach…” sang petinju mendesah tak mampu menolak dan membantah, hanya diam menikmati
sisa-sisa istirahat antar ronde. Dalam hati dia berkata, “Aku sudah terlalu tua untuk
15 ronde kedepan. Sekian tahun kujalani pertandingan. Sekian puluh ring kujalani
dengan pelatih ini. Dan sekian nasehat telah kucoba lakukan, tapi tetap saja…
Hampa.”

“Aku tahu bahwa bisa jadi aku bukanlah murid terbaiknya. Tapi aku juga tahu bahwa bisa
jadi aku harapan terakhirnya. Akupun berharap untuk berjaya disini. Namun, Ach…”
mendesah sekali lagi sang petinju, tak sedikitpun ia mendengarkan bibir sang pelatih.

Bukan si petinju tidak menghormati satu-satunya pelatih yang dicintainya. Bukan. Namun
ini adalah pertarungan. Ini adalah pertarungan terakhirnya sebagai petinju kelas berat.
Pertarungan tunggal yang bisa jadi telah ditunggu-tunggu olehnya, oleh siapapun yang
mengharapkan kemenangannya. Oleh pelatihnya, kekasihnya, keluarganya, kampungnya
bahkan oleh rekan-rekan yang telah sukses dari sasana kecilnya.

Namun demikian.. entah mengapa jiwa dan semangat sang petinju tidak lagi berada disana.
Penakutkah ia ?
Pengecutkah ia ?
Atau.. jangan-jangan, pengkhianatkah ia terhadap pelatihnya ? kekasihnya ? keluarganya ?
kampungnya ?

“Ach.. menanggung beban harapan orang lain diatas ring memang bukan hal yang mudah…”
otak sang petinju berkata. “Namun menghapus setiap harapan mereka agar ringan jiwa ini,
juga bukan hal yang gampang. Harapan.. ”

Semakin pening kepala sang petinju ketika kilas-kilas peristiwa menghias otak kecilnya
dengan jumput-jumput harapan yang disematkan dipundaknya. Bagaimana jika mereka semua
tidak mengharapkan ? Tidak berharap ? Bahkan dilarang berharap ?

Bagaimana rasanya, jika mereka tidak menyatakan harapan apa-apa. Bahkan tidak memompa
semangatmu ?

Bagaiman bahkan cinta mereka padamu hilang dari hati mereka. Hingga tak ada lagi mahluk
yang mencintaimu ? Merasa berhubungan denganmu ? Bahkan.. mengenalmu ?

Kesepiankah..
Kesunyiankah..

Tiba-tiba sang petinju sampai pada saat itu. Dilihatnya penonton bersorak, tapi tak ada
suara. Sang pelatihpun tiba-tiba saja tak terdengar, dan berangsur-angsur lenyap dari
hadapannya. Penonton, satu-persatu menghilang dari matanya. Para wasit bahkan musuhnya
di seberang sanapun menghilang !

Dikerjap-kerjapkan matanya, mencoba berharap orang-orang tadi hadir. namun tetap saja
mereka hilang. Peluh menetes di dahinya. Bahkan suara hatinyapun melirih.
Diam. Sepi. Sendiri.

Bulu kuduknya merinding dalam kesenyapan tak terkira. Hawa panas yang awalnya ada,
berganti menjadi dingin tak terperi. Meretas. Meranggas. Merambah relung-relung jiwanya.

Dimana aku .. ?

Dan tiba-tiba tersedot jiwanya dalam ketaksadaran. Kehampaan. Dan gelap menyelimuti.

Teng Teng !!!
Suara bel sepeda pengantar koran melintas disebuah jalan. Sebuah koran dilemparkan
kesebuah rumah. Berputar-putar diudara dan mendarat tepat didepan sebuah pintu.
Sebuah gambar arena tinju dan sesosok tubuh petinju tergeletak disudut ring.

Sebuah tulisan huruf besar menjelaskan semuanya :
Sang Petinju, Meninggal Dunia Pada Ronde ke-12.

Surabaya, Medio 06 Oktober 2008
Tentang Harapan.

...terbaca 286 kali...